MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
(Problem-based
Learning)
A. Pengertian
Pengajaran berdasarkan
masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey. Menurut Dewey (dalam Trianto,
2009:91) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan
respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan
memberikan masukan kepada peserta didik berupa bantuan dan masalah,
sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif
sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta
dicari pemecahannya dengan baik.
Pembelajaran Berbasis
Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem-based Learning adalah
suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah,
tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan
pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.
Pendekatan
pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL) adalah
konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang
dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut)
bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh
pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).
Pembelajaran Berbasis
Masalah melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang
aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk
menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang bertambah
kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula dimulai dengan
melakukan kerja kelompok antar peserta didik. peserta
didik menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan
masalahnya di bawah petunjuk fasilitator (guru).
Pembelajaran Berbasis
Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk mencari atau
menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis
masalah memberikan tantangan kepada peserta didik untuk belajar
sendiri. Dalam hal ini, peserta didik lebih diajak untuk membentuk suatu
pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada
pembelajaran tradisional, peserta didik lebih diperlakukan sebagai
penerima pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh seorang guru.
Pembelajaran berbasis
masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan
salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar
aktif kepada peserta didik. PBL adalah suatu model pembelajaran yang, melibatkan peserta didik untuk
memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah
sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan
dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan
masalah.
Untuk mencapai hasil
pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran
Berbasis Masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang
yang sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di kelas, memunculkan
masalah dari peserta didik, peralatan yang mungkin diperlukan, dan
penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini harus
mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di kelasnya, melalui pendidikan
pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan.
Oleh karena itu,
pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk
pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu peserta didik untuk memproses
informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka
sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk
mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.
B. Ciri-ciri Pembelajaran
Berbasis Masalah
1.
Pertama, strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan
rangkaian aktivitas pembelajaran artinya dalam pembelajaran ini tidak
mengharapkan peserta didik hanya sekedar mendengarkan, mencatat
kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui strategi pembelajaran
berbasis masalah peserta didik aktif berpikir, berkomunikasi, mencari
dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya.
2.
Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah.
Strategi pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci
dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses
pembelajaran.
3.
Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir
secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir
deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan
empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan
tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada
data dan fakta yang jelas.
C. Komponen-Komponen
Pembelajaran Berbasis Masalah
Komponen-komponen
pembelajaran berbasis masalah dikemukakan oleh Arends, di antaranya adalah :
1.
Permasalahan autentik. Model pembelajaran berbasis masalah
mengorganisasikan masalah nyata yang penting secara sosial dan bermanfaat bagi
peserta didik. Permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam dunia nyata tidak
dapat dijawab dengan jawaban yang sederhana.
2.
Fokus interdisipliner. Dimaksudkan agar peserta didik belajar berpikir
struktural dan belajar menggunakan berbagai perspektif keilmuan.
3.
Pengamatan autentik. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan solusi yang nyata.
Peserta didik diwajibkan untuk menganalisis dan menetapkan masalahnya,
mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis
informasi, melaksanakan eksperimen, membuat inferensi, dan menarik kesimpulan.
4.
Produk. Peserta didik dituntut untuk membuat produk hasil pengamatan.
produk bisa berupa kertas yang dideskripsikan dan didemonstrasikan kepada orang
lain.
5.
Kolaborasi. Dapat mendorong penyelidikan dan dialog bersama untuk
mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan sosial.
D. Konsep Dasar
Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran
berbasis masalah adalah pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian
masalah. Dalam implementasi model pembelajaran berbasis masalah, guru perlu
memilih bahan pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat
dipecahkan. Model pembelajaran berbasis masalah ini dapat diterapkan
dalam kelas jika :
1.
Guru bertujuan agar peserta didik tidak hanya mengetahui dan hafal materi
pelajaran saja, tetapi juga mengerti dan memahaminya.
2.
Guru menginginkan agar peserta didik memecahkan masalah dan membuat
kemampuan intelektual siswa bertambah.
3.
Guru menginginkan agar peserta didik dapat bertanggung jawab dalam
belajarnya.
4.
Guru menginginkan agar peserta didik dapat menghubungkan antara teori yang
dipelajari di dalam kelas dan kenyataan yang dihadapinya di luar kelas.
5.
Guru bermaksud mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menganalisis
situasi, menerapkan pengetahuan, mengenal antara fakta dan pendapat, serta
mengembangkan kemampuan dalam membuat tugas secara objektif.
E. Langkah-langkah Model
Pembelajaran Berbasis Masalah
John Dewey seorang
ahli pendidikan berkebangsaan Amerika memaparkan 6 langkah dalam pembelajaran
berbasis masalah ini :
1.
Merumuskan masalah. Guru membimbing peserta didik untuk menentukan masalah
yang akan dipecahkan dalam proses pembelajaran, walaupun sebenarnya guru telah
menetapkan masalah tersebut.
2.
Menganalisis masalah. Langkah peserta didik meninjau masalah secara kritis
dari berbagai sudut pandang.
3.
Merumuskan hipotesis. Langkah peserta didik merumuskan berbagai kemungkinan
pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
4.
Mengumpulkan data. Langkah peserta didik mencari dan menggambarkan berbagai
informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
5.
Pengujian hipotesis. Langkah peserta didik dalam merumuskan dan mengambil
kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan
6.
Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah. Langkah peserta didik
menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian
hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Sedangkan menurut
David Johnson & Johnson memaparkan 5 langkah melalui kegiatan kelompok :
1.
Mendefinisikan masalah. Merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang
mengandung konflik hingga peserta didik jelas dengan masalah yang dikaji. Dalam
hal ini guru meminta pendapat peserta didik tentang masalah yang sedang dikaji.
2.
Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah.
3.
Merumuskan alternatif strategi. Menguji setiap tindakan yang telah
dirumuskan melalui diskusi kelas.
4.
Menentukan & menerapkan strategi pilihan. Pengambilan keputusan tentang
strategi mana yang dilakukan.
5.
Melakukan evaluasi. Baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil.
Secara umum
langkah-langkah model pembelajaran ini adalah :
1.
Menyadari Masalah. Dimulai dengan kesadaran akan masalah yang harus
dipecahkan. Kemampuan yang harus dicapai peserta didik adalah peserta didik
dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang dirasakan oleh manusia dan
lingkungan sosial.
2.
Merumuskan Masalah. Rumusan masalah berhubungan dengan kejelasan dan
kesamaan persepsi tentang masalah dan berkaitan dengan data-data yang harus
dikumpulkan. Diharapkan peserta didik dapat menentukan prioritas masalah.
3.
Merumuskan Hipotesis. peserta didik diharapkan dapat menentukan sebab
akibat dari masalah yang ingin diselesaikan dan dapat menentukan berbagai
kemungkinan penyelesaian masalah.
4.
Mengumpulkan Data. peserta didik didorong untuk mengumpulkan data yang
relevan. Kemampuan yang diharapkan adalah peserta didik dapat mengumpulkan data
dan memetakan serta menyajikan dalam berbagai tampilan sehingga sudah dipahami.
5.
Menguji Hipotesis. Peserta didik diharapkan memiliki kecakapan menelaah dan
membahas untuk melihat hubungan dengan masalah yang diuji.
6.
Menentukan Pilihan Penyelesaian. Kecakapan memilih alternatif penyelesaian
yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang
dapat terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya.
F. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah
Tahap
|
TingkahLaku guru
|
Tahap-1
Orientasi peserta didik pada masalah
|
Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi peserta
didik untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
|
Tahap-2
Mengorganisasi peserta didik untuk belajar
|
Guru membantu peserta didik untuk mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
|
Tahap-3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
|
Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
|
Tahap-4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
|
Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
|
Tahap-5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
|
G. Penilaian dan Evaluasi
Prosedur-prosedur
penilaian harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran yang ingin dicapai dan hal
yang paling utama bagi guru adalah mendapatkan informasi penilaian yang
reliabel dan valid.
Prosedur evaluasi pada
model pembelajaran berbasis masalah ini tidak hanya cukup dengan mengadakan tes
tertulis saja, tetapi juga dilakukan dalam bentuk checklist, reating scales,
dan performance. Untuk evaluasi dalam bentuk performance atau kemampuan ini
dapat digunakan untuk mengukur potensi peserta didik untuk mengatasi masalah
maupun untuk mengukur kerja kelompok. Evaluasi harus menghasilkan definisi
tentang masalah baru, mendiagnosanya, dan mulai lagi proses penyelesaian baru.
H. Keunggulan dan
Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Sebagai suatu model pembelajaran, model
pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan, di antaranya :
1.
Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami
isi pelajaran.
2. Pemecahan masalah
dapat menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan
untuk menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik.
3. Pemecahan masalah
dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.
4. Pemecahan masalah
dapat membantu peserta didik bagaimana mentrasfer pengetahuan mereka
untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5. Pemecahan masalah
dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya
dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6. Melalui pemecahan
masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai peserta didik.
7. Pemecahan masalah
dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
8. Pemecahan masalah
dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
9. Pemecahan masalah
dapat mengembangkan minat peserta didik untuk secara terus menerus
belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah harus dimulai dengan kesadaran
adanya masalah yang harus dipecahkan. Pada tahapan ini guru
membimbing peserta didik pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap
yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus
dicapai oleh peserta didik, pada tahapan ini adalah peserta
didik dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari
berbagai fenomena yang ada.
Di samping keunggulannya, model ini juga
mempunyai kelemahan, yaitu :
1. Manakala peserta
didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk
mencoba.
2. Keberhasilan strategi
pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman
mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka
mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
Komentar